Selasa, 25 Juni 2013

Cerpen

Pelangi Cinta di Senja Duka
Original Created by: Nikken Adita A

Hari ini tanggal 5 Juli 2001, tepat 8 tahun lalu Desta memutuskan pindah ke Bandung mengikuti orang tuanya yang dipindahtugaskan dan pergi meninggalkan teman kecilnya yaitu Disya. Tanggal 5 Juli 1993, merupakan kenangan terakhir kebersamaan Disya dan Desta. Di belakang rumah Disya, tempat favorit bagi mereka berdua, Desta menyerahkan sebuah prisma kaca pada Disya sebagai sebuah tanda persahabatan mereka. Disya tak ingin mereka berpisah, namun apa yang dapat dilakukan oleh anak kelas 4 SD? Disya hanya dapat merelakan kepergian sahabatnya itu. Kini sudah 8 tahun berlalu sejak kepergian sahabat kecil Disya tersebut dan Disya masih saja berharap kalau Desta akan menengoknya atau sekedar mengirim surat kepadanya. Namun semua itu hanya ada di angan-angan Disya. Kala rindu pada Desta, dia hanya pergi ke belakang rumah dan membuat pelangi dari prisma kaca pemberian Desta. Harapan untuk bisa bertemu dengan sahabatnya itu sedikit terang ketika Disya lulus SMA dan dia akan  kuliah di Bandung.
                Minggu pagi ini Disya akan mengutarakan tujuannya pada Mama. “Ma, boleh ya Disya kuliah di Bandung?” rayu Disya pada Mama ketika sarapan pagi. “Ah, Disya, kuliah di sini kan juga bagus. Tidak perlu jauh-jauh ke Bandung. Memangnya kamu mau tinggal sama siapa disana?” kata Mama berusaha menolak usulan putri satu-satunya itu. “Emm,aku kan kesana nggak sendirian Ma, ada Bintang juga kok. Kita berdua mau tinggal bareng di rumah Tantenya Bintang. Boleh ya Ma?” kata Disya sedikit memaksa. Tiba-tiba Papa datang dan menyambung pembicaraan, “Sudahlah Ma, biarkan saja Disya kuliah disana, dia kan sudah besar. Dia juga ada teman kan disana. Disya, kamu papa ijinkan kalau kamu mau kuliah di Bandung.” Dengan gembira Disya memeluk Papa dan juga Mamanya. Sang Mama tidak bisa menolak keputusan Papa Disya.
                Hari yang ditunggu tiba, Disya dan Bintang telah siap berangkat. Disya tak lupa membawa prisma kesayangannya. Mereka akan naik kereta dari stasiun Tugu di Yogyakarta. Mama dan Papa Disya mengantar kepergian anak satu-satunya itu sampai ke stasiun. Lima belas menit kemudian kereta jurusan Bandung tiba. Disya dan Bintang segera naik dan mencari tempat duduk. Sekitar lima menit kemudian kereta berangkat. Setelah melalui perjalanan hampir 9 jam akhirnya mereka menginjakkan kaki di tanah Sunda. Tak ingin berlama-lama, mereka berdua segera mencari rumah Tantenya Bintang.
                Hari berlalu dengan cepat. Sudah hampir 1 bulan Disya tinggal di Bandung. Disya berharap dapat menemukan sahabat kecilnya dulu. Ia juga sudah menceritakan segalanya tentang Desta kepada Bintang. Namun hingga saat ini Disya belum juga menemukan tanda-tanda keberadaan Desta. Di kampus, ada seorang teman Disya bernama Aldi. Dia sangat dekat dengan Disya. Tapi Disya hanya menganggap dia sebagai teman, karena Disya hanya memikirkan Desta yang belum pasti ada dimana.
Suatu hari ketika Disya dan Bintang pulang kuliah, Disya merasa melihat Desta. Tapi Ia masih belum yakin karena sudah 8 tahun berlalu dan mungkin saja wajah Desta berubah. Mereka berdua memutuskan untuk mengikuti orang yang mirip Desta itu. Bintang yang juga penasaran dengan wajah Desta itupun hanya menurut pada Disya. Sayangnya mereka kehilangan jejak orang tadi. Dalam hati, Disya yakin kalau itu tadi adalah Desta.
                Sudah 2 bulan berlalu sejak Disya melihat orang yang mirip Desta itu dan sampai saat ini Ia belum melihat lagi sosok Desta. Disya mulai putus asa dan ingin sejenak melupakan Desta dan fokus pada kuliahnya. Aldi yang sudah lama memendam perasaan pada Disya akhirnya mengutarakan perasaannya pada Disya. Tapi Disya hanya bisa berkata,“Maaf ya Al, aku belum bisa jadi pacar kamu. Aku mau mikirin kuliahku dulu. Kamu adalah teman baik. Mungkin kita bisa jadi sahabat. Kamu jangan marah ya?”. Dengan sedikit kecewa Aldi menjawab kata-kata Disya itu,”Nggak apa-apa kok, mungkin kamu emang belum mau pacaran. Aku mau kok jadi sahabat kamu asal aku bisa deket sama kamu.” Disya hanya meng-iyakan kata-kata Aldi tadi.
                Di kamar, Disya melamun memikirkan Aldi. Dia sedikit merasa bersalah karena telah bohong pada Aldi. Sebenarnya, Disya nggak mau pacaran karena dia masih berharap menemukan Desta. Sejak kecil, Disya suka pada Desta, tapi Desta tidak tahu perasaan Disya itu. Ketika sedang asyik ngelamun, Bintang mengejutkannya dari belakang,”Hayo, ngelamunin siapa nih? Pasti kangmas Desta ya?”. Sedikit kaget Disya membantah sahabatnya itu,”Ah, kamu bikin kaget aja! Enggak kok, aku lagi nggak mikirin dia.” “ Ya udah, sekarang makan dulu yuk, pasti belum makan kan?”. Disya mengangguk dan mengikuti Bintang ke meja makan.
                Setelah melewati ujian semester, Disya pulang ke Jogja tanpa Bintang, dan tiba-tiba Bintang mengabari kalau dia sudah menemukan Desta. Mendengar kabar bahagia itu Disya langsung berangkat ke Bandung. Sampai di Bandung, Disya langsung mengajak Bintang untuk menemui Desta. Setelah 8 setengah tahun tak ada kabar, akhirnya Disya bertemu langsung dengan Desta. Mereka berdua saling melepas rindu dan bercerita banyak hal. Sampai di rumah Tantenya Bintang, Disya tak henti-hentinya bercerita tentang Desta pada Bintang. Bintang hanya maklum karena memang sudah lama Disya ingin bertemu sahabat kecilnya itu.
                Di kampus, Disya terlihat sangat senang. Aldi yang melihat tingkahnya, merasa heran namun juga senang karena orang yang dicintainya itu sedang bahagia. Walaupun Disya tetap menganggap Aldi sebagai sahabat, Aldi tak pernah berhenti menyayangi Disya. Ketika Aldi bertanya kenapa Disya terlihat senang, Disya hanya tersenyum dan tidak menceritakan tentang Desta pada Aldi.
                Hari-hari berlalu begitu cepat bagi Disya. Kini Disya tak lagi merasa sedih karena memikirkan keberadaan Desta. Tapi akhir-akhir ini Disya sulit sekali bertemu dan ngobrol sama Bintang. Mungkin karena Bintang sibuk kuliah, pikir Disya. Tak hanya Bintang, Desta juga sulit untuk diajak bertemu ataupun sekedar telepon. Disya hanya bisa maklum pada dua sahabatnya itu.
                Suatu ketika saat pulang kuliah, Disya masuk kamar Bintang untuk meminjam sebuah buku dan tidak sengaja menyenggol buku kecil di meja Bintang sehingga buku itu jatuh. Disya memungutnya dan penasaran pada buku itu. Disya langsung membuka dan ternyata itu adalah diary milik Bintang. Antara ragu dan tidak, akhirnya Disya membaca diary Bintang itu. Tak disangka Disya membaca sebuah halaman yang berisi :
                Dear diary, hari ini tanggal 21 september 2001
Sejak pertama ngeliat Desta, aku langsung Falling in love sama dia. Tapi aku nggak cerita sama  Disya kalo aku udah ketemu sama Desta. Aku juga nggak cerita sama Desta kalo aku temenan sama Disya. Aku akan cerita sama Disya kalo aku udah pastiin aku nggak suka sama Desta. Ya semoga aja aku bisa jaga rahasia ini dan aku berharap Disya enggak ketemu sama Desta dulu. Kalo Disya ketemu sama Desta sebelum aku cerita ini semua, bisa mati aku. God, help me to keep my little secret please..

                Disya tersentak membaca itu dan membuka lembar-lembar berikutnya.
                Dear diary, hari ini tanggal 3 Desember 2001
My god, ternyata Desta suka sama aku! Dia tadi nyatain cinta sama aku. Dan dengan entengnya aku bilang iya sama Desta. Tapi, tadi aku juga udah cerita tentang Disya sama Desta, dan Desta bilang kalo dia nggak terlalu inget tentang Disya. Jadi nggak apa-apa dong kalo aku nerima cinta Desta. Toh Desta juga bilang kalo dia nggak suka sama temen kecilnya dulu. Kita berdua udah komitmen kalo nggak akan cerita tentang hubungan kita berdua sama Disya. Aku akan cerita  ke Disya kalo aku udah ketemu sama Desta besok setelah libur semesteran aja. Dan untuk libur kali ini, aku nggak ikut pulang ke Jogja. Aku mau di sini aja sama Desta. Maafin aku Dis, aku bohongin kamu. I’m sorry....

                Tak terasa air mata sudah mengalir deras di pipi gadis cantik ini. Disya nggak percaya kalo teman baik sejak SMP itu akan tega berbohong dan mengkhianati persahabatan mereka berdua. Disya juga nggak percaya kalo Desta dengan mudahnya melupakan Disya yang tak pernah berhenti memikirkannya. Disya langsung menyambar handphone dan mengirim SMS pada Bintang dan Desta untuk diajak bertemu di taman kota. Dengan membawa diary milik Bintang, Disya berangkat ke taman kota dengan berlinangan air mata.
                Di taman kota sudah ada Bintang dan Desta yang terheran-heran karena Disya mengajak mereka bertiga bertemu. Disya langsung menghampiri Bintang dan Desta sambil melempar diary Bintang .”Tega ya kamu! Kamu kan tahu kalo aku suka sama Desta! Kamu malah bo’ongin aku tanpa ngerasa berdosa! Kamu juga desta, aku udah 8 tahun berharap bakal ketemu kamu dan nyatain kalo aku sayang sama kamu. Tapi aku malah dikhianati sama 2 sahabatku sekaligus. Gila, aku nggak pernah ngebayangin bakal kayak gini. Tega kalian!”. Disya berlari meninggalkan Bintang dan Desta yang merasa bersalah. Sampai di rumah, Disya masuk kamar dan mengunci diri di kamar. Dia mencurahkan semuanya di diary kesayangannya. Bintang yang pulang langsung minta maaf di depan kamar Disya tapi Disya nggak menanggapinya.
                Hari berikutnya, sekitar jam 3 sore Disya ingin bertemu sama Aldi dan bercerita tentang semuanya. Disya sudah meminta Aldi pergi ke taman kota. Bintang yang mengetahui Disya akan pergi akhirnya mengikutinya diam-diam.
                Tak disangka, takdir berkata lain. Bintang yang mengendarai motor mengikuti taksi yang ditumpangi Disya terhenyak kaget melihat kenyataan memilukan dihadapannya. Dari arah  berlawanan, sebuah truk pembawa pasir oleng dan menabrak taksi yang ditumpangi Disya. Taksi tersebut sempat terguling 3 kali hingga akhirnya berhenti setelah menabrak pohon peneduh jalan. Bintang langsung menghentikan motornya dan menghampiri taksi yang sudah dikelilingi warga. Supir taksi itu meninggal di tempat, namun Disya masih hidup walaupun keadaannya sangat kritis. Disya langsung dibawa menuju UGD rumah sakit Hasan Sadikin. Suster yang mengetahui bahwa Bintang adalah teman Disya, memberikan tas yang dibawa Disya.
                Di tempat lain, Aldi yang telah menunggu Disya sekitar 1 jam, mulai gelisah dan mencoba menghubungi ponsel Disya. Tapi bukan suara Disya yang ada diseberang, namun suara isakan seorang perempuan yaitu Bintang. Bintang mengabarkan kalau Disya mengalami kecelakaan dan kini ada di rumah sakit. Aldi yang mendengar semua itu langsung menuju rumah sakit. Di depan ruang UGD terlihat Bintang dan Desta tertunduk lesu. Aldi meminta penjelasan pada Bintang atas semua kejadian yang menimpa Disya. Setelah menjelaskan, Bintang membuka tas Disya dan menemukan prisma kaca kecil dan buku harian Disya. Mereka bertiga pun membaca isi diary itu.
                Diaryku, aku sakit banget waktu tahu Bintang ngekhianati aku, tapi aku juga ngerasa bersalah sama Aldi. Kenapa dari dulu aku nggak ngebuka hati aku buat dia. Bagiku, dia bukan sekedar teman, dia selalu ada buat aku. Bahkan melebihi Bintang sahabatku. Aldi selalu ngisi hari-hari aku dengan senyuman. Kenapa aku mengharap sama Desta yang udah lama nggak pernah ketemu. Padahal udah jelas-jelas ada Aldi didekatku. Besok aku mau nemuin Aldi dan mengubah keputusanku dulu soal perasaan dia ke aku. Ini bukan sebagai pelarianku, tapi aku emang ngerasa jatuh cinta sama dia. Oh ya, prisma yang dulu Desta kasih ke aku, bakal aku kasih ke Aldi, aku dulu pernah janji sama diri sendiri kalo aku bakal ngasih prisma ini ke orang yang aku suka, yang aku kira Desta. Prisma ini membiaskan cahaya kasih sayang Aldi ke aku dan menjadikannya pelangi cinta di hatiku. Semoga Aldi mau nerima ini. Tentang Bintang sama Desta, aku udah rela kalo mereka bersama. Aku bakal bilang ini besok, setelah aku ketemu Aldi dan jujur tentang perasaanku sama dia.
                Ketiganya berlinangan air mata sampai dokter keluar dari UGD dan membawa berita buruk. Disya meninggal akibat benturan keras di kepala dan mengalami pendarahan berat. Dokter tidak dapat menyelamatkan nyawa Disya. Aldi yang mendengar kenyataan pahit itu menangis semakin menjadi-jadi. Desta tak dapat menutupi rasa bersalahnya pada Disya. Orang tua Disya yang telah dikabari datang 2 jam kemudian. Orang tua Disya akan memakamkan putrinya itu di Yogyakarta. Semua kerabat dan teman menghadiri pemakaman Disya tak terkecuali Aldi, Bintang, dan Desta.
                Setelah kematian Disya, Aldi pindah ke Yogyakarta agar bisa selalu mengunjungi makam orang yang dikasihinya itu. Setiap ke makam Disya, Aldi  memilih sore hari agar dapat mengenang hari terakhir dia melihat Disya. Aldi juga membawa prisma milik Disya yang sebenarnya akan diberikan pada Aldi namun tak sempat. Setelah berdoa, Aldi selalu membuat pelangi dari pembiasan prisma itu. Pelangi itu dapat menenangkan hati Aldi ketika dia merasa rindu pada Disya. Senja duka itu dapat sedikit tenang saat pelangi muncul dari prisma kaca itu.

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar