Pelangi
Cinta di Senja Duka
Original Created by: Nikken Adita A
Hari ini tanggal 5 Juli 2001, tepat 8 tahun lalu Desta
memutuskan pindah ke Bandung mengikuti orang tuanya yang dipindahtugaskan dan
pergi meninggalkan teman kecilnya yaitu Disya. Tanggal 5 Juli 1993, merupakan
kenangan terakhir kebersamaan Disya dan Desta. Di belakang rumah Disya, tempat
favorit bagi mereka berdua, Desta menyerahkan sebuah prisma kaca pada Disya
sebagai sebuah tanda persahabatan mereka. Disya tak ingin mereka berpisah,
namun apa yang dapat dilakukan oleh anak kelas 4 SD? Disya hanya dapat
merelakan kepergian sahabatnya itu. Kini sudah 8 tahun berlalu sejak kepergian
sahabat kecil Disya tersebut dan Disya masih saja berharap kalau Desta akan
menengoknya atau sekedar mengirim surat kepadanya. Namun semua itu hanya ada di
angan-angan Disya. Kala rindu pada Desta, dia hanya pergi ke belakang rumah dan
membuat pelangi dari prisma kaca pemberian Desta. Harapan untuk bisa bertemu
dengan sahabatnya itu sedikit terang ketika Disya lulus SMA dan dia akan kuliah di Bandung.
Minggu
pagi ini Disya akan mengutarakan tujuannya pada Mama. “Ma, boleh ya Disya
kuliah di Bandung?” rayu Disya pada Mama ketika sarapan pagi. “Ah, Disya,
kuliah di sini kan juga bagus. Tidak perlu jauh-jauh ke Bandung. Memangnya kamu
mau tinggal sama siapa disana?” kata Mama berusaha menolak usulan putri
satu-satunya itu. “Emm,aku kan kesana nggak sendirian Ma, ada Bintang juga kok.
Kita berdua mau tinggal bareng di rumah Tantenya Bintang. Boleh ya Ma?” kata
Disya sedikit memaksa. Tiba-tiba Papa datang dan menyambung pembicaraan, “Sudahlah
Ma, biarkan saja Disya kuliah disana, dia kan sudah besar. Dia juga ada teman
kan disana. Disya, kamu papa ijinkan kalau kamu mau kuliah di Bandung.” Dengan
gembira Disya memeluk Papa dan juga Mamanya. Sang Mama tidak bisa menolak
keputusan Papa Disya.
Hari
yang ditunggu tiba, Disya dan Bintang telah siap berangkat. Disya tak lupa
membawa prisma kesayangannya. Mereka akan naik kereta dari stasiun Tugu di
Yogyakarta. Mama dan Papa Disya mengantar kepergian anak satu-satunya itu
sampai ke stasiun. Lima belas menit kemudian kereta jurusan Bandung tiba. Disya
dan Bintang segera naik dan mencari tempat duduk. Sekitar lima menit kemudian
kereta berangkat. Setelah melalui perjalanan hampir 9 jam akhirnya mereka menginjakkan
kaki di tanah Sunda. Tak ingin berlama-lama, mereka berdua segera mencari rumah
Tantenya Bintang.
Hari
berlalu dengan cepat. Sudah hampir 1 bulan Disya tinggal di Bandung. Disya
berharap dapat menemukan sahabat kecilnya dulu. Ia juga sudah menceritakan
segalanya tentang Desta kepada Bintang. Namun hingga saat ini Disya belum juga
menemukan tanda-tanda keberadaan Desta. Di kampus, ada seorang teman Disya
bernama Aldi. Dia sangat dekat dengan Disya. Tapi Disya hanya menganggap dia
sebagai teman, karena Disya hanya memikirkan Desta yang belum pasti ada dimana.
Suatu hari ketika Disya dan Bintang pulang kuliah, Disya
merasa melihat Desta. Tapi Ia masih belum yakin karena sudah 8 tahun berlalu
dan mungkin saja wajah Desta berubah. Mereka berdua memutuskan untuk mengikuti orang
yang mirip Desta itu. Bintang yang juga penasaran dengan wajah Desta itupun
hanya menurut pada Disya. Sayangnya mereka kehilangan jejak orang tadi. Dalam
hati, Disya yakin kalau itu tadi adalah Desta.
Sudah 2
bulan berlalu sejak Disya melihat orang yang mirip Desta itu dan sampai saat
ini Ia belum melihat lagi sosok Desta. Disya mulai putus asa dan ingin sejenak
melupakan Desta dan fokus pada kuliahnya. Aldi yang sudah lama memendam
perasaan pada Disya akhirnya mengutarakan perasaannya pada Disya. Tapi Disya
hanya bisa berkata,“Maaf ya Al, aku belum bisa jadi pacar kamu. Aku mau mikirin
kuliahku dulu. Kamu adalah teman baik. Mungkin kita bisa jadi sahabat. Kamu
jangan marah ya?”. Dengan sedikit kecewa Aldi menjawab kata-kata Disya
itu,”Nggak apa-apa kok, mungkin kamu emang belum mau pacaran. Aku mau kok jadi
sahabat kamu asal aku bisa deket sama kamu.” Disya hanya meng-iyakan kata-kata
Aldi tadi.
Di
kamar, Disya melamun memikirkan Aldi. Dia sedikit merasa bersalah karena telah
bohong pada Aldi. Sebenarnya, Disya nggak mau pacaran karena dia masih berharap
menemukan Desta. Sejak kecil, Disya suka pada Desta, tapi Desta tidak tahu
perasaan Disya itu. Ketika sedang asyik ngelamun, Bintang mengejutkannya dari
belakang,”Hayo, ngelamunin siapa nih? Pasti kangmas Desta ya?”. Sedikit kaget
Disya membantah sahabatnya itu,”Ah, kamu bikin kaget aja! Enggak kok, aku lagi
nggak mikirin dia.” “ Ya udah, sekarang makan dulu yuk, pasti belum makan kan?”.
Disya mengangguk dan mengikuti Bintang ke meja makan.
Setelah
melewati ujian semester, Disya pulang ke Jogja tanpa Bintang, dan tiba-tiba
Bintang mengabari kalau dia sudah menemukan Desta. Mendengar kabar bahagia itu
Disya langsung berangkat ke Bandung. Sampai di Bandung, Disya langsung mengajak
Bintang untuk menemui Desta. Setelah 8 setengah tahun tak ada kabar, akhirnya
Disya bertemu langsung dengan Desta. Mereka berdua saling melepas rindu dan
bercerita banyak hal. Sampai di rumah Tantenya Bintang, Disya tak
henti-hentinya bercerita tentang Desta pada Bintang. Bintang hanya maklum
karena memang sudah lama Disya ingin bertemu sahabat kecilnya itu.
Di
kampus, Disya terlihat sangat senang. Aldi yang melihat tingkahnya, merasa
heran namun juga senang karena orang yang dicintainya itu sedang bahagia.
Walaupun Disya tetap menganggap Aldi sebagai sahabat, Aldi tak pernah berhenti
menyayangi Disya. Ketika Aldi bertanya kenapa Disya terlihat senang, Disya
hanya tersenyum dan tidak menceritakan tentang Desta pada Aldi.
Hari-hari
berlalu begitu cepat bagi Disya. Kini Disya tak lagi merasa sedih karena
memikirkan keberadaan Desta. Tapi akhir-akhir ini Disya sulit sekali bertemu
dan ngobrol sama Bintang. Mungkin karena Bintang sibuk kuliah, pikir Disya. Tak
hanya Bintang, Desta juga sulit untuk diajak bertemu ataupun sekedar telepon.
Disya hanya bisa maklum pada dua sahabatnya itu.
Suatu
ketika saat pulang kuliah, Disya masuk kamar Bintang untuk meminjam sebuah buku
dan tidak sengaja menyenggol buku kecil di meja Bintang sehingga buku itu
jatuh. Disya memungutnya dan penasaran pada buku itu. Disya langsung membuka
dan ternyata itu adalah diary milik Bintang. Antara ragu dan tidak, akhirnya
Disya membaca diary Bintang itu. Tak disangka Disya membaca sebuah halaman yang
berisi :
Dear diary, hari ini tanggal 21 september
2001
Sejak pertama ngeliat Desta, aku langsung Falling in love
sama dia. Tapi aku nggak cerita sama Disya
kalo aku udah ketemu sama Desta. Aku juga nggak cerita sama Desta kalo aku
temenan sama Disya. Aku akan cerita sama Disya kalo aku udah pastiin aku nggak
suka sama Desta. Ya semoga aja aku bisa jaga rahasia ini dan aku berharap Disya
enggak ketemu sama Desta dulu. Kalo Disya ketemu sama Desta sebelum aku cerita
ini semua, bisa mati aku. God, help me to keep my little secret please..
Disya
tersentak membaca itu dan membuka lembar-lembar berikutnya.
Dear diary, hari ini tanggal 3 Desember 2001
My god, ternyata Desta suka sama aku! Dia tadi nyatain cinta
sama aku. Dan dengan entengnya aku bilang iya sama Desta. Tapi, tadi aku juga
udah cerita tentang Disya sama Desta, dan Desta bilang kalo dia nggak terlalu
inget tentang Disya. Jadi nggak apa-apa dong kalo aku nerima cinta Desta. Toh
Desta juga bilang kalo dia nggak suka sama temen kecilnya dulu. Kita berdua
udah komitmen kalo nggak akan cerita tentang hubungan kita berdua sama Disya.
Aku akan cerita ke Disya kalo aku udah
ketemu sama Desta besok setelah libur semesteran aja. Dan untuk libur kali ini,
aku nggak ikut pulang ke Jogja. Aku mau di sini aja sama Desta. Maafin aku Dis,
aku bohongin kamu. I’m sorry....
Tak
terasa air mata sudah mengalir deras di pipi gadis cantik ini. Disya nggak
percaya kalo teman baik sejak SMP itu akan tega berbohong dan mengkhianati
persahabatan mereka berdua. Disya juga nggak percaya kalo Desta dengan mudahnya
melupakan Disya yang tak pernah berhenti memikirkannya. Disya langsung
menyambar handphone dan mengirim SMS pada Bintang dan Desta untuk diajak
bertemu di taman kota. Dengan membawa diary milik Bintang, Disya berangkat ke
taman kota dengan berlinangan air mata.
Di
taman kota sudah ada Bintang dan Desta yang terheran-heran karena Disya
mengajak mereka bertiga bertemu. Disya langsung menghampiri Bintang dan Desta
sambil melempar diary Bintang .”Tega ya kamu! Kamu kan tahu kalo aku suka sama
Desta! Kamu malah bo’ongin aku tanpa ngerasa berdosa! Kamu juga desta, aku udah
8 tahun berharap bakal ketemu kamu dan nyatain kalo aku sayang sama kamu. Tapi
aku malah dikhianati sama 2 sahabatku sekaligus. Gila, aku nggak pernah
ngebayangin bakal kayak gini. Tega kalian!”. Disya berlari meninggalkan Bintang
dan Desta yang merasa bersalah. Sampai di rumah, Disya masuk kamar dan mengunci
diri di kamar. Dia mencurahkan semuanya di diary kesayangannya. Bintang yang
pulang langsung minta maaf di depan kamar Disya tapi Disya nggak menanggapinya.
Hari
berikutnya, sekitar jam 3 sore Disya ingin bertemu sama Aldi dan bercerita
tentang semuanya. Disya sudah meminta Aldi pergi ke taman kota. Bintang yang
mengetahui Disya akan pergi akhirnya mengikutinya diam-diam.
Tak
disangka, takdir berkata lain. Bintang yang mengendarai motor mengikuti taksi
yang ditumpangi Disya terhenyak kaget melihat kenyataan memilukan dihadapannya.
Dari arah berlawanan, sebuah truk
pembawa pasir oleng dan menabrak taksi yang ditumpangi Disya. Taksi tersebut
sempat terguling 3 kali hingga akhirnya berhenti setelah menabrak pohon peneduh
jalan. Bintang langsung menghentikan motornya dan menghampiri taksi yang sudah dikelilingi
warga. Supir taksi itu meninggal di tempat, namun Disya masih hidup walaupun
keadaannya sangat kritis. Disya langsung dibawa menuju UGD rumah sakit Hasan
Sadikin. Suster yang mengetahui bahwa Bintang adalah teman Disya, memberikan
tas yang dibawa Disya.
Di
tempat lain, Aldi yang telah menunggu Disya sekitar 1 jam, mulai gelisah dan
mencoba menghubungi ponsel Disya. Tapi bukan suara Disya yang ada diseberang,
namun suara isakan seorang perempuan yaitu Bintang. Bintang mengabarkan kalau
Disya mengalami kecelakaan dan kini ada di rumah sakit. Aldi yang mendengar
semua itu langsung menuju rumah sakit. Di depan ruang UGD terlihat Bintang dan
Desta tertunduk lesu. Aldi meminta penjelasan pada Bintang atas semua kejadian
yang menimpa Disya. Setelah menjelaskan, Bintang membuka tas Disya dan
menemukan prisma kaca kecil dan buku harian Disya. Mereka bertiga pun membaca
isi diary itu.
Diaryku, aku sakit banget waktu
tahu Bintang ngekhianati aku, tapi aku juga ngerasa bersalah sama Aldi. Kenapa
dari dulu aku nggak ngebuka hati aku buat dia. Bagiku, dia bukan sekedar teman,
dia selalu ada buat aku. Bahkan melebihi Bintang sahabatku. Aldi selalu ngisi
hari-hari aku dengan senyuman. Kenapa aku mengharap sama Desta yang udah lama
nggak pernah ketemu. Padahal udah jelas-jelas ada Aldi didekatku. Besok aku mau
nemuin Aldi dan mengubah keputusanku dulu soal perasaan dia ke aku. Ini bukan
sebagai pelarianku, tapi aku emang ngerasa jatuh cinta sama dia. Oh ya, prisma
yang dulu Desta kasih ke aku, bakal aku kasih ke Aldi, aku dulu pernah janji
sama diri sendiri kalo aku bakal ngasih prisma ini ke orang yang aku suka, yang
aku kira Desta. Prisma ini membiaskan cahaya kasih sayang Aldi ke aku dan
menjadikannya pelangi cinta di hatiku. Semoga Aldi mau nerima ini. Tentang
Bintang sama Desta, aku udah rela kalo mereka bersama. Aku bakal bilang ini
besok, setelah aku ketemu Aldi dan jujur tentang perasaanku sama dia.
Ketiganya
berlinangan air mata sampai dokter keluar dari UGD dan membawa berita buruk.
Disya meninggal akibat benturan keras di kepala dan mengalami pendarahan berat.
Dokter tidak dapat menyelamatkan nyawa Disya. Aldi yang mendengar kenyataan
pahit itu menangis semakin menjadi-jadi. Desta tak dapat menutupi rasa
bersalahnya pada Disya. Orang tua Disya yang telah dikabari datang 2 jam kemudian.
Orang tua Disya akan memakamkan putrinya itu di Yogyakarta. Semua kerabat dan
teman menghadiri pemakaman Disya tak terkecuali Aldi, Bintang, dan Desta.
Setelah
kematian Disya, Aldi pindah ke Yogyakarta agar bisa selalu mengunjungi makam
orang yang dikasihinya itu. Setiap ke makam Disya, Aldi memilih sore hari agar dapat mengenang hari
terakhir dia melihat Disya. Aldi juga membawa prisma milik Disya yang
sebenarnya akan diberikan pada Aldi namun tak sempat. Setelah berdoa, Aldi
selalu membuat pelangi dari pembiasan prisma itu. Pelangi itu dapat menenangkan
hati Aldi ketika dia merasa rindu pada Disya. Senja duka itu dapat sedikit
tenang saat pelangi muncul dari prisma kaca itu.
Selesai